Ada perasaan
istimewa yang dirasakan masyarakat Aceh menjelang Tahun 2017, hal ini bukanlah
tanpa alasan karena pada tahun 2017 akan berlangsungnya pemilihan kepala daerah
yang akan memimpin Aceh dan Kabupaten/ Kota di Aceh selama 5 tahun kedepan.
Sejuta harapan, sejuta cita-cita, sejuta mimpi, sejuta masa depan, dan sejuta resolusi dititipkan kepada kepala
daerah yang nantinya akan memimpin. Gayung bersambut, calon kepala daerahpun
lupa dengan kelemahan yang dimilikinyadan dengan percaya diri menyanggupi semua
keinginan masyarakat bagai pesulap yang sedang menghibur para penonton dengan
sejuta trik dan taktik, masyarakatpun terlena dengan trik dan taktikyang
dipersembahkan, masyarakatpun lupabahwa calon kepala daerahtersebutsedang
menjadi pengghibur profesional yang sedang menjalankan adegan sesuai dengan apa
yang telah disepakati dan direncanakan bersama tim penghibur.
Euforia pemilihan kepala daerah juga ikut dirasakan oleh
pejabat yang masih menjabat, baik itu eksekutif maupun legeslatif, hal ini
telah terlihat sejak tahun 2015.Banyak masyarakat yang mengeluh akan kinerja
pejabat-pejabat yang kurang fokus terhadap pekerjaannya dan lebih
memprioritaskan partai dan calon yang didukung. Wajar saja fenomena seperti ini
terjadi, karena yang saat ini menjabat juga tidak terlepas dari peran partai
dan wajar saja ada yang memprioritaskan kepentingan partai dari pada
menjalankan janji-janji yang telah diumbar manis sebelumnya, yang merasakan
sengsara tetap masyarakat.
Tahun 2017 menjadi tahun yang sakral dalam
perpolitikan Aceh, bagaimana tidak? Sejak tahun 2015 beberapa calonkepala
daerah mulai kembali menunjukkan kesyar’ian diri, hal ini terlihat dari
aktivitas sehar-harinya, mulai sering shalat berjama’ah di masjid disertai foto
bersama dengan jama’ah untuk bahan publikasi di media sosial.Ada yang membanggakan pengetahuan
keagamaannya mengharap untuk dianggap jujur. Sering bersilaturrahmi
dengan tokoh-tokoh besar yang sekiranya media tertarik untuk meliput.Memberi
bantuan alat dan bahan untuk kebutuhan majelis-majelisagar terlihat bahwa dia
seorang yang agamis.Sering mengunjungi masyarakat yang sedang sakit disertai
foto bersama untuk bahan publikasi.Tidak
sedikit materi yang dikeluarkan hanya untuk keperluan publikasi, padahaldi
negeri ini banyak contoh yang gagal walau menguasi media publikasi dan banyak juga yang menang tanpa publikasi.
Andai saja materi itu disumbangkan kepada yang membutuhkan tentu itu lebih
mulia dan bermanfaat.
Selain
untuk meraih kasih sayang dancinta dari masyarakat, ada juga ingin
mendapatkan popularitas yang tinggi. Popularitas merupakan sesuatu impian
yangdidambakan, karena dengan
popularitas tinggi menjadi modal awal untuk meraih kemenangan. Ada perasaan
bahwa klimaks kenikmatan duniawi menyatu pada popularitas,untuk mendapatkan
popularitas adayangmengharap kesungguhannya dalam beribadahdiketahui oleh
masyarakat, ada yang mengharap masyarakat tahu bahwasanya dia adalah seorang
yang pandai.Maka dengan bersikap seperti itu, popularitaspun
dengan mudahdiperoleh.
Lebih
mengerikan ketika ada yang begitu bersemangat untuk menutupi
kejelekan-kejelekan diri sendiri dan sekecil apapun kejelekan dibungkus rapat
dan ditutupi agar tidak ketahuan. Jika kejelekannya terungkap, makaakan turunkedudukannya
di mata masyarakat. Popularitas memang menjadikan manusia lupa daratan. Begitu
banyak calon kepala daerah yang rela mengorbankan banyak harta bendahanya
karena untuk memperoleh popularitas di hadapan masyarakat.Ada
yang merasa bahwa hanya dengan cara bersandiwara seperti inilah kasih sayang
dan cinta
masyarakatdapat diperoleh.
Masih banyak aktivitas lain yang bertujuan
untuk meningkatkan popularitas dan dengan harapan dipilih menjadi kepala daerah
sehingga melupakan hakikat pengabdian, yaitu mengharapkan ridho dari Allah SWT.
Memang dengan bersikap seperti itu akan
mendapatkan popularitas dihadapan manusia tetapi akan rendah di hadapan Allah.
Berhati-hatilah jika di dalam hati sudah
dirasuki sifat menomor satukan popularitas, karena ini bisa membawa manusia
kepada riya. Sifat ini menjadikan
manusia berpura-pura
saleh atau bersifat baik di depan orang lain hanya ingin mendapatkan
penghormatan dan kekaguman dari manusia.
Memahami makna hakikat pengabdian tentu tidak pernah lupa
dari kisah sahabat Rasulullah SAW, yaitu Abdurrahman bin Auf. KetikaAbdurrahman bin Auf
menyampaikan kegelisahannya kepada Ummu Salamah istri Rasulullah SAW tentang
kekayaannya yang semakin melimpah,Abdurrahman bin Auf khawatir hartanya
tersebut akan menghancurkan dirinya dan akan membawa dirinya ke neraka, lalu
Ummu Salamah menyampaikan agar harta tersebut di infaqkan ke jalan Allah,
karena hanya dengan menginfaqkan Abdurrahman bin Auf akan selamat. Abdurrahman
bin Auf terus menginfaqkan hartanya apalagi hartanya semakin hari semakin
melimpah. Abdurrahman bin Aufpernah mengeluarkan
sedekah ribuan unta dan kuda untuk diserahkan kepada Rasulullah SAW sebagai
perlengkapan jihad, tentu semua itu dilakukan Abdurrahman bin Auf tanpa
mengharap penghormatan dari manusia maupun popularitas, semuanya karena Allah
SWT.
Setiap kebaikan yang di lakukan oleh Abdurrahman bin Auf
tidak pernah dipublikasi, tetapi Abdurrahman bin Auf tetap memperoleh
kehormatan dan keutamaan di sisi Khalifah Umar bin Khattab. Abdurrahman bin Auf
pernah dilantik oleh Khalifah Umar untuk memimpin rombongan haji pada tahun
pertama setelah Khalifah Umar bin Khattabterpilih sebagai khalifah.Abdurrahman
bin Auf jugalah tokoh yang diwasiatkan oleh Khalifah Utsman bin Affan sebagai
penggantinya sebagai Khalifah yang ke empat, tetapi Abdurrahman bin Auf
menolaknya.
Ada perbedaan sifat yang jauh antaraAbdurrahman
bin Auf
dengan calon kepala daerah yang akan ikut dalam pemilihan kepala daerah pada
tahun 2017. Abdurrahman bin Auf memperoleh
kepercayaan dan penghormatan dari masyarakat tanpa harus dipamersetiap
perbuatan baiknya sedangkan calon kepala daerah sekarang sekecil apapun
perbuatan baiknya harus diketahui semua makhluk yang ada di alam semesta ini.
Walaupun Abdurrahman bin Auf berbuat baik tanpa mengharap popularitas tetap
mendapat kepercayaan dari Khalifah Umar bin Khattab untuk menjadi pejabat di
masanya. Berbeda dengan calon kepala daerah sekarang, berlomba-lomba mencari
popularitas, juga belum tentu mendapatkan kepercayaan dari masyarakatdan
dipilih oleh masyarakat.
Dari kisah Abdurrahman bin Auf, jadikanlah pelajaran dalam
menjalani kehidupan yang fana ini, sudah seharusnya para sahabat Rasulullah SAW
dijadikan teladan kehidupan. Marilah sama-sama belajar ikhlas terhadap apa yang
telah diperbuat, tanpa mengharap penghormatan dari manusia. Andai saja berbuat
baik hanya karena mengharap ridho Allah dan dilakukan sepanjang masa, bukan
hanya menjelang pemilihan kepala daerah, sungguh di Aceh tidak ada lagi orang
tua yangmenahan lapar asal anaknya bisa makan, tidak ada lagi masyarakat yang
setiap detik meneteskan air mata karena tidak mampu membeli obat, tidak ada
lagi masyarakat yang sudah keriput tua renta harus mencangkul kerasnya tanah di
bawah panasnya terik matahari, tidak ada lagi anak yang bertahun-tahun berpisah
dengan orang tuanya karena mengais rezeki di negeri tetangga, tidak ada lagi
masyarakat yang rela menjadi bandar narkoba demi memenuhi cita-cita (sekolah)
buah hati mereka.
Sudah saatnya apa yang dilakukan hanya karena Allah SWT.
Sudah cukup bersandiwara di hadapan masyarakat, sudah cukup berpikir terbalik
memaknai kehidupan, mustahil bangsa ini akan maju khususnya Aceh jika
pemimpinnya masih suka berbuat baik hanya karena mengharap penghormatan dari
masyarakat. Sungguh negeri ini akan hancur ditangan orang-orang yang memiliki
kekuasan tetapi berbuat fasiq dan kufur kepada Allah SWT.Janganlah bangun
peradaban Aceh dengan sandiwara, percayalah bahwa penghormatan akan datang
dengan sendirinya, karena itu lebih mulia.
Penulis
:
Mahlianurrahman
*Mahasiswa
Magister (S2) UNY.
*Kader
HIMMAH Aceh. Asal Aceh Selata.
0 Komentar untuk "Euforia PILKADA "Meraih Cinta Sang Pemilik Suara" Aceh 2017"